(Ramule.com) Pagi itu tatkala sang
surya belum sepenuhnya membuka mata, kuberanjak pulang setelah semalam mengadakan
acara dengan kawan sekelas dahulu. Selepas Shalat shubuh berjama’ah yang memang
tiada tara keindahannya, dan ketika warna kuning mulai naik dari balik bukit
dan aroma khas pantai menyambut pagi itu dengan penuh kedamaian, kuambil motor lama dan pulang menyusuri tepian
anak bengawan solo.
Melewati jalan rusak
dan sepinya hutan memang menjadi konsumsi yang selalu kudapati tatkala keluar
masuk desa, yang terkadang terdengar ramai-ramai dari kebun cabe dan kebun
jangung. Namun bukan masalah suasana maupun keadaan lingkungan hidupku yang
hendak kututurkan dicoretan sederhana ini.
Setelah kurang lebih
melewati jarak 5 kilo dari tempat berkumpul semalam, aku dengan santainya mengemudikan
kuda besi tua yang kumiliki. Terlihat dari kejauhan seorang laki-laki berumur
70-an berjalan tertatih-tatih menghindari lobang dan bebatuan besar yang memang
menghiasi rute perjalanan. Semakin jelas terlihat bahwa beliau adalah laki-laki
tua, ya aku tidak salah duga bahwa beliau berumur 70-an atau bahkan lebih, dan
ketika itu terlihat olehku ditangan kanannya terdapat sebotol air putih dengan
botol putih yang menghiaju karena lumut, dan sebungkus nasi dengan kemasan
khas, yakni daun pisang, ditambah ditangan kirinya terdapat sabit tumpul.
Padahal waktu itu matahari masih belum sepenunya meninggalkan peraduan.
Ku putuskan untuk
membonceng bapak tua tersebut, dengan muqodimah penawaran terlebih dahulu.
Setelah bapak tersebut menerima tawaranku, maka kubonceng beliau dan terjadi
percakapan antara kita diatas motor merahku.
“bapak hendak kemana
kok jalan kaki?”
“hendak kekebun dik”
jawabnya.
“kok pagi sekali
pak, lha bapak rumahnya mana?” tanyaku.
“itu diatas gunung”
jawabnya sambil menunnjuk gunung yang membujur di sebelah barat kami.
“ha? Jauh sekali pak”
aku kaget, karena jarak dari gunung tersebut ketempat aku menawarkan bantuan
kepada bapak ini tadi, kurang lebih berjarak 10 kilo dengan jalan kaki terlebih
beliau orang yang sudah lansia.
“iya dik, lha gimana
lagi memang tempat kerjanya di sini” jawabnya dengan menarik nafas.
“setiap hari pak?
Memang ada tanaman apa pak?” keingin tahuanku terus menuntutku bertanya.
“iya setiap hari,
ada cabe sedikit dan jagung” terangnya.
Kemudian aku putuskan
untuk membahas masalah jenis jagung dan cara tanam jagung yang dipraktekkan beliau
dan orang sedesanya, ditambah beliau bercerita kegagalan tanam yang beliau
alami. Kami alihkan pembicaraan karena nada bapak tersebut mulai menunjukkan kesedihan.
Namun karena ada yang masih menganjal dihati maka akupun bertanya lagi.
“pak, inikan jauh,
bapak setiap hari kesini, jalan kaki. Lha kok sendiri toh pak?”
“iya dik, istri saya
sudah 8 tahun menderita kebutaan, jadi yang bekerja dan lain sebagainya ya saya
sendiri, karena istri sudah tidak bisa apa-apa” jawabnya.
“lha anaknya pak?”.
Keingin tahuanku terus mendorongku bertanya, mungkin disini aku salah karena
aku tidak memperhatikan perasaan orang, tapi aku ingin tahu apa yang menimpa
beliau.
“dik saya punya anak
satu laki-laki, dia merantau ke kalimantan sudah 6 tahun belum pulang, tapi
tidak sepeserpun mengirimi kami uang, dik, walaupun dia g ngirim ya tidak
mengapa lah, tapi paling tidak ya pulanglah kami kangen dengannya, kami sudah
tua ingin dirawat olehnya.” Jawabnya
Setelah mendengar
jawaban tersebut, akupun hanya bisa meneteskan air mata dan berdoa untuknya.
Aku juga berdoa jangan sampai orang tuaku mengalami nasib yang sama dan jangan
sampai aku mendzolimi orang tuaku.
Kawan sekalian, mari kita
ambil ibroh dari pengalaman kami dipagi buta itu. Orang tau sudah mencurahkan
segalanya untuk kita tatkala kita masih kecil, ingatkah ketika orang tua kita
sedang makan terkadang tanpa pikir panjang kita buang air dan ngompol
didepannya, ketika kita menangis orang tua merayu kita agar kita tidak
menangis. Namun terkadang ketika kita besar, kita kurang mengindahkan perasaan
orang tua, terkadang kita merantau jauh meninggalkan orang tua lantas kita
jarang menjenguknya atau minimal menelponnya, ya memang kita sering terlalu
durhaka kepada orang tua kita.
Sekian.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !