(Ramule.com) Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan
Aisyah yang telah banyak dikenal. Aisyah
laksana lautan luas dalam kedalaman ilmu dan takwa. Di kalangan wanita, dialah
sosok yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi,
dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain. Ayahnya
adalah sahabat dekat Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan
istri Nabi yang lain, kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama
Rasulullah.
Ketika
wahyu datang kepada Rasulullah, Jibril membawa kabar bahwa Aisyah adalah
istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana diterangkan di dalam hadits riwayat
Tirmidzi dari Aisyah :
‘Jibril
datang membawa gambarnya pada sepotong sutera hijau kepada Nabi Shallallahu
alaihi wassalam., lalu berkata, ini adalah istrimu di dunia dan akhirat.”
Dialah
yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah yang menerangkan kesuciannya dan
membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.
Nasab
dan Masa KeciI Aisyah
Aisyah
adalah putri Abdullah bin Quhafah bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin
Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin Luay, yang lebih dikenal dengan nama Abu Bakar
ash-Shiddiq dan berasal dari suku
Quraisy at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah ash-Shiddiq dan orang pertama
yang mempercayai Rasulullah ketika terjadi Isra’ Mi’raj, saat orang-orang tidak
mempercayainya.
Menurut
riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi, riwayat-riwayat lain
mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Wa’id binti Amir bin Uwaimir bin
Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama yang masuk Islam,
sebagaimana perkataannya, “Sebelum aku berakal, kedua orang tuaku sudah
menganut Islam.”
Ummu
Ruman memberikan dua orang anak kepada Abu Bakar, yaitu Abdurrahman dan Aisyah.
Anak Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal dan Qatlah binti Abdul Uzza,
istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah. Ketika masuk Islam, Abu
Bakar menikahi Asma binti Umais yang kemudian melahirkan Muhammad, juga
menikahi Habibah binti Kharijah yang melahirkan Ummu Kultsum. Aisyah dilabirkan
empat tahun sesudah Nabi diutus menjadi Rasulullah. Ketika dakwah Islam
dihambat oleh orang-orang musyrik, Aisyah melihat bahwa ayahnya menanggung
beban yang sangat besar. Semasa kecil dia bermain- main dengan lincah, dan
ketika dinikahi Rasulullah usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian
besar riwayat disebutkan bahwâ Rasulullah membiarkannya bermain-main dengan
teman-temannya.
Pernikahan
yang Penuh Berkah
Dua
tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu kepada Nabi Shallallahu
alaihi wassalam. untuk menikahi Aisyah.
Setelah
itu Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Aku melihatmu dalam tidurku tiga malam
berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa gambarmu pada selembar sutera
seraya berkata, ‘Ini adalah istrimu.’ Ketika aku membuka tabirnya, tampaklah
wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya, ‘Jika ini benar dari Allah, niscaya
akan terlaksana.” Mendengar kabar itu, Abu Bakar dan istrinya sangat senang,
terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri mereka, Aisyah. Beliau
mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berkah itu.
Setelah pertunangan itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. hijrah ke
Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau ditinggalkan di
Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang untuk menjemput
mereka, termasuk di dalamnya Aisyah . Karena cuaca buruk yang melanda Madinah,
Aisyah sakit keras dan badannya menyusut seperti juga dialami orang-orang
Muhajirin.
Menyaksikan
hal itu, Rasulullah berdoa, “Ya Allah, jadikanlah karni sebagai orang yang
mencintai Madinah sebagaimana cinta kami kepada Mekah, atau bahkan lebih lagi.
Sembuhkanlah penghuninya dan penyakit. Berikanlah keberkahan kepada kami dalam
timbangan dan takarannya. Lindungilah kami dan penyakit, dan alihkanlah
penyakit itu ke Juhfah.” Allah mengabulkan doa Rasulullah, dan cuaca berangsur
membaik, sehingga hilanglah penyakit yang melanda kaum muhajirin. Aisyah pun
sembuh dan bersiap-siap menghadapi hari pernikahan dengan Rasuhillah
Shallallahu alaihi wassalam.
Dengan
izin Allah menikahlah Aisyah dengan maskawin lima ratus dirham. Ketika ditanya
oleh Abu Salamah bin Abdurrahman tentang jumlah mahar yang diberikan
Rasulullah:
“Aisyab
menjawab, Mahar Rasulullah kepada istri-irstrinya adalah dua belas uqiyah dan
satu nasy. Tahukah kamu satu nasy itu? Dijawab, Tidak. Kemudian lanjut Aisyah.
Satu nasy itu sama dengan setengah uqiyah, yaitu lima ratus dirham. Maka inilah
mahar Rasulullah terhadap istri-istri beliau.“ (HR. Muslim)
Istri
Kecintaan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Aisyah
tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di kamar itulah wahyu
banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. Di
hati Rasulullah, kedudukan Aisyah sangat istimewa, dan itu tidak dialami oleh
istri-istri beliau yang lain. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik dikatakan, “Cinta pertama yang terjadi di dalam Islam adalah cintanya
Rasulullah kepada Aisyah.”
Di
dalam riwayat Tirmidzi dikisahkan, “Bahwa ada seseorang yang menghina Aisyah di
hadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar berseru kepadanya, ‘Sungguh celaka kamu.
Kamu telab menyakiti istri kecintaan Rasulullah’.”
Selain
itu ada juga kisah lain yang menunjukkan besarnya cinta Nabi kepada Aisyah, dan
itu sudah diketahui oleh kaurn muslimin saat itu. Oleh karena itu, kaum
muslimin senantiasa menanti-nanti datangnya hari giliran Rasulullah pada Aisyah
sebagai hari untuk menghadiahkan sesuatu kepada Nabi Shallallahu alaihi
wassalam. Keadaan seperti itu menimbulkan kecemburuan di kalangan istri
Rasulullah lainnya. Tentang hal itu Aisyah pernah berkata :
“Orang-orang berbondong-bondong memberi hadiah
pada hari giliran Rasulullah padaku. Karena itu, teman-temanku (istri Nabi yang
lainnya) berkumpul di tempat Ummu Salamah. Mereka berkata, ‘Hai Ummu Salamah,
demi Allah, orang-orang berbondong-bondong mernberikan hadiah pada hari
giliranRasulullah di rumah Aisyah, sedangkan kita juga ingin rnemperoleh kebaikan
sebagaimana yang diinginkan oleh Aisyah.’ Melihat reaksi seperti itu,
Rasulullah meminta kaum muslimin untuk memberikan hadiah kepada beliau pada
hari giliran istri Rasulullah yang mana saja. Ummu Salamah pun telah menyatakan
keberatan kepada Rasulullah. Dia berkata, “Rasulullah berpaling dariiku. Ketika
beliau mendatangi aku, akupun kernbali mernperingatkan hal itu, tetapi beliau
berbuat hal yang serupa. Ketika aku rnenginatkan beliau untuk yang ketiga
kalinya, beliau tetap berpaling dariku, sehingga akhirnya beliau bersabda,
‘Demi Allah, wahyu tidak turun kepadaku selama aku berada di dekat kalian,
kecuali ketika aku dalam satu selimut bersama Aisyah.” (HR. Muslim)
Sekalipun
perasaan cemburu istri-istri Rasulullah terhadap Aisyah sangat besar, mereka
tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat terhormat. Bahkan ketika Aisyah
wafat, Ummu Salamah berkata, ”Demi Allah, dia adalah manusia yang paling beliau
cintai setelah ayahnya (Abu Bakar).”
Suatu waktu, Rasulullah ditanya oleh Amru bin ‘Aash, “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah!” Amru bertanya lagi, “Dan dari kalangan laki-laki?” Beliau menjawab, “Ayahnya!” (Hadits muttafaqirn ‘alaihi)
Di
antar istri-istri Rasulullah, Saudah binti Zum’ah sangat memahami keutamaan-
keutamaan Aisyah, sehingga dia merelakan seluruh malam bagiannya untuk Aisyah.
Suatu
hari Shafiyah bin Huyay meminta kerelaan Rasulullah melalui Aisyah, yaitu
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Aisyah.
“Suatu
ketika Rasulullah enggan mendekati Shafiyah binti Huyay bin Ahthab. Karena itu
Shafyyah berkata kepada Aisyah, ‘Hai Aisyah, apakah engkau dapat merelakan
Rasulullah kepadaku? Dan engkau akan mendapatkan hari bagianku. ‘Aisyab
menjawab, ‘Ya!’ Kernudian Aisyah mengambil kerudung yang ditetesi za’faran dan
disiram dengan air agar lebih harum. Setelah itu dia duduk di sebelah
Rasulullah, narnun beliau bersabda, ‘Ya Aisyah, menjauhlah engkau dariku. Hari
ini bukan hari bagianmu. ‘Aisyab berkata, ‘Ini adalah keutamaan yang diberiikan
Allah kepada dia yang dikehendaki-Nya.’ Aisyah kemudian menceritakan duduk
permasalahannya dan Rasulullah pun rela kepada Shafyyah.”
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Aisyah sangat memperhatikan sesuatu yang
menjadikan Rasulullah rela. Dia menjaga agar jangan sampai beliau menemukan
sesuatu yang tidak menyenangkan darinya. Karena itu, salah satunya, dia
senantiasa mengenakan pakaian yang bagus dan selalu berhias untuk Rasulullah.
Menjelang wafat, Rasulullah meminta izin kepada istri-istrinya untuk beristirahat
di rumah Aisyah selama sakitnya hingga wafatnya. Dalam hal ini Aisyah berkata,
“Merupakan kenikmatan bagiku karena Rasulullah wafat di pangkuanku.”
Fitnah
Terhadapnya
Aisyah pernah mengalami fitnah yang mengotori lembaran sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Al-Q ur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Kisahnya bermula dari sini. Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya berperang. Ternyata undian jatuh kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang menyertai beliau dalam Perang Bani al-Musthaliq. Saat itu bertepatan dengan turunnya perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam tengah beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya, Rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika itu Aisyah pergi untuk hajatnya, dan kembali.
Ternyata,
kalung di lehernya jatuh dan hilang, sehingga dia keluar dan sekedup dan
mencari-cari kalungnya yang hilang. Ketika pasukan siap berangkat, sekedup yang
mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira Aisyah berada di dalam sekedup.
Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan, namun alangkah kagetnya
karena tidak ada seorang pun yang dia temukan. Aisyah tidak meninggalkan tempat
itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu bahwa dirinya tidak berada di
dalamnya, sehingga mereka pun akan kembali ke tempat semula. Ketika Aisyah
tertidur, lewatlah Shafwan bin Mu’thil yang terheran-heran melihat Aisyah
tidur. Dia pun mempersilakan Aisyah menunggangi untanya dan dia menuntun di
depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah tersebar, yang disulut oleh
Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika
tuduhan itu sarnpai ke telinga Nabi, beliau mengumpulkan para sahabat dan
meminta pendapat mereka. Usamah bin Zaid berkata, “Ya Rasulullah, dia adalah
keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan semata.“ Ali juga berpendapat,
“Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit engkau. Banyak wanita selain
dia.” Dari perkataan Ali, ada pihak yang memperuncing masalah sehingga
terjadilah pertentangan berkelanjutan antara Aisyah dan Ali. Mendengar
pendapat-pendapat dari para sahabat Nabi, bentambah sedihlah Aisyah, terlebih
setelah dia melihat adanya perubahan sikap pada diri Nabi.
Ketika
Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya, Rasulullah menghampirinya dan
bersabda:
“Wahai
Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini dan begitu. Jika engkau
benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan tetapi, jika engkau
telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan, niscaya Allah akan
mengampuni dosamu.” Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau telah
mendengar kabar inmi, dan ternyata engkau mempercayainya. Seandainya aku
katakan bahwa aku tetap suci pun, niscaya hanya Allahlah yang mengetahui
kesucianku, dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku
mengakui perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, maka
kau akan mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan
Nabi Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang akan menolong
atas apa yang engkau gambarkan.”
Aisyah
sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu berkaitan dengan masalahnya, namun
wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah beberapa saat, sebelum seorang pun
meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang menerangkan kesucian Aisyah pun turun
kepada beliau. Rasulullah segera menemui Aisyah dan berkata, “Hai Aisyah, Allah
telah menyucikanmu dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur : 11)
Demikianlah
kemulian yang disandang Aisyah, sehingga bertambahlah kemuliaan dan
keagungannya di hati Rasulullah.
Seri kedua klik disini
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !