(Ramule.com) Kedelapan, Arah pembahasan dalam ayat ini bukanlah mengenai siapa khalifah sesudah Rasulullah. Namun ayat ini membahas mengenai larangan berwala' (memberikan loyalitas) kepada orang kafir, sebagaimana ayat sebelumnya yakni Al-Maidah ayat 51 yang berbunyi :
يا أيها
الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء
artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan orang
Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (memberikan loyalitas kepada mereka)....(QS.
Al-Maidah 51)
Kemudian dilanjut dengan penjelasan
pada ayat-ayat berikutnya, dan pada ayat 55 Allah memberitahukan dan
menjelaskan kepada umat islam tentang siapa yang seharusnya menjadi teman setia
atau yang pantas diberi loyalitas, sebagaimana firmannya :
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (المائدة : 55(
Artinya :
“ Sesungguhnya yang berhak menjadi wali
(Penolong/pemimpin) bagi kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk
(tunduk kepada Allah).” (QS. Al-Maidah :55)
Jadi dalam ayat 55 surat Al-Maidah atau yang diklaim
sebagai ayat wilayah oleh Syiah sama sekali tidak membahas masalah kepemimpinan
setelah Nabi.
Kesembilan, Asbabun Nuzul yang diklaim Syiah mengenai ayat ini memiliki kecacatan
dalam hal sanad, sebagaimana yang diutarakan Ibnu Katsir :
“diriwayatkan oleh ibnu mardawaih dari hadits Ali
bin Abi Thalib dan Amar bin Yasir. dan sesungguhnya tidak benar sama sekali
dinisbatkan kepada keduanya. hal ini karena lemahnya sanad dan majhulnya rijal
riwayat ini.” (Tafisr Ibnu Katsir 3/130)
Dan yang mengklaim bahwa ayat ini turun mengenai Ali
bin Abi Thalib adalah Ats-Tsa'labi yang terkenal dengan Tukang Nglantur
dikarenakan dia tidak membedakan mana yang shahih dan mana yang dhoif, dan
kebanyakan riwayatnya berasal dari Al-Kalbi dari Abu Sholih, dan mereka menurut
Ahli Ilmu termasuk orang yang lemah periwayatannya dalam hal tafsir. dan banyak
ulama'-ulama' yang mempermasalahkan periwayatan dari Al-Kalbi, termasuk Imam
Ibnu Hajar Al-Asqolani.
Kesepuluh, Jika benar ayat ini membahas tentang kepemimpinan sesudah Rasulullah maka
apakah ayat ini khusus kepada Ali? Padahal teks ayat ini mengunakan bentuk
jama’ (plural).
Mari kita lihat teks ayat :
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (المائدة : 55(
Artinya :
“ Sesungguhnya yang berhak menjadi wali
(Penolong/pemimpin) bagi kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk
(tunduk kepada Allah).” (QS. Al-Maidah :55)
Pada redaksi ayat tersebut menggunakan kata “الَّذِينَ” yang merupakan isim maushul lil jama’,
kemudian “آمَنُوا” fi’il madhi jama’
mudzkar, “يُقِيمُونَ, وَيُؤْتُونَ” fiil mudhore’ jama’ mudzakar dan “وَهُمْ” dhomir lil jama’ mudzakar. Semua itu
mengunakan bentuk jama’ sedangkan jika ayat tersebut diklaim turun mengenai Ali
bin Abi Thalib saja, maka sangat tidak pas karena shighab yang digunakan dalam
ayat ini adalah shighah jama’.
Kesebelas, arti kata wali, dalam ayat ini kata “وَلِيُّكُمُ” bukanlah wali dalam arti kepemimpinan atau kekhalifahan. Namun arti “وَلِيُّكُمُ” dalam ayat ini adalah teman setia, kawan,
kolega dan lain sebagainya. Sehingga ini berarti luas
bukan hanya tertuju kepada Ali bin Abi Thalib, tapi seluruh umat yang mengenapi
kriteria beriman, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dengan tunduk kepada
Allah. Wali adalah yang dekat, yang dicintai dan penolong.
---(Selesai)---
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !