(Ramule.com) Aqidah
ini merupakan salah satu wacana syiah yang tersembunyi dan termasuk salah satu
diantara aqidah yang harus sangat dirahasiakan khususnya kepada orang-orang
awam syiah. Karena seandainya mereka mengetahui aqidah ini maka mereka akan
melakukan hal-hal yang sifatnya merusak dengan satu keyakinan bahwa balasannya
di akherat kelak akan ditanggung oleh orang lain.[1]
Pada
awalnya memang aqidah ini merupakan hal yang ditolak di kalangan cendekiawan
syiah yang terdahulu, seperti Murtadho dan
Ibn Idris. Dikarenakan menurut pandangan mereka – meskipun beberapa riwayat telah berhasil menyusup ke dalam buku-buku syiah – akan tetapi hal itu merupakan hadits ahad (tunggal) yang menyelisihi Kitab dan Sunnah dan juga Ijma', oleh karena itu wajib ditolak.[2]
Ibn Idris. Dikarenakan menurut pandangan mereka – meskipun beberapa riwayat telah berhasil menyusup ke dalam buku-buku syiah – akan tetapi hal itu merupakan hadits ahad (tunggal) yang menyelisihi Kitab dan Sunnah dan juga Ijma', oleh karena itu wajib ditolak.[2]
Akan
tetapi sejalan dengan waktu, akhbar tentang hal ini semakin banyak sehingga
berkata syeikh mereka Ni’matullah Al Jazairi (wafat 1112 H): ”Sesungguhnya
ulama-ulama kami telah meriwayatkan tentang hal ini dengan sanad yang sangat
banyak, maka sudah tidak ada alasan lagi untuk menolaknya. Dan tidak ada alasan
untuk mengatakan bahwa status riwayatnya adalah ahad, akan tetapi sudah menjadi
khobar yang mutawatir (banyak jalan periwayatannya)."[3]
Al Jaza’iri mengatakan ini sebagai bantahan terhadap mereka yang menolak
mempercayai aqidah ini.
Kemudian
yang tampak mempelopori aqidah ini adalah Syeikh mereka yang bernama Al Kulaini
yang menulis sebuah bab tersendiri dalam bukunya: ”Bab: Thinatul Mukmin wal
Kafir”. Yang terangkum di dalamnya tujuh hadits.[4]
Kemudian hadits tentang ini semakin banyak sepeninggal Kulaini, hingga Mulla
Baqir Majlisi dalam Biharul Anwar mengutip 67 hadits tentang thinah dalam bab
yang berjudul “Bab: Thinah dan Perjanjian”[5].
Barangkali para pembaca ingin sekali mengetahui lebih lanjut tentang aqidah
yang membuat seorang syiah mempunyai berkeyakinan apabila mereka melakukan
perbuatan dosa sekecil apapun maka dosanya akan ditanggung oleh ahlussunnah,
dan setiap amal saleh yang dikerjakan ahlus sunnah maka pahalanya akan
diberikan kepada orang syiah. Oleh karena itu kalangan ulama syiah
menyembunyikan hal ini dari orang awam syiah karena satu kekhawatiran apabila
hal ini diketahui maka akan banyak terjadi kerusakan di muka bumi (karena kaum
syiah akan merasa bebas berbuat apa saja, selama dosanya akan ditanggung oleh
ahlussunnah).
Penjelasan
terlengkap mengenai aqidah ini ada dalam kitab “Ilalu Asysyara’i”
karangan Ibnu Babawaih Al Qummi yang memuat penjelasan ini dalam kitabnya
sebanyak 5 halaman sekaligus menjadikan bahasan ini sebagai penutup kitabnya[6].
Sementara itu sebagian ulama syiah yang hidup pada saat ini memuji penjelasan
Ibnu Babawaih dan menyebutnya sebagai penutup yang baik bagi kitabnya.[7]
Ringkasan keyakinan itu
adalah bahwasanya kaum syiah diciptakan dari tanah liat[8] khusus dan orang sunni
diciptakan dari tanah liat yang lain. Maka terjadilah percampuran antara
keduanya. Jadi apabila terjadi kemaksiatan di kalangan syiah adalah dikarenakan
percampurannya dengan thinah sunni, dan apabila dijumpai kebaikan dan amanah
yang ada di kalangan sunni merupakan pengaruh dari thinah syiah. Maka nanti
dihari kiamat segala keburukan yang dilakukan oleh kaum syiah, akan
ditanggungkan kepada orang sunni, dan kebaikan kaum sunni akan diberikan kepada
kaum syiah.
Barangkali bisa disimpulkan
sebab timbulnya keyakinan semacam ini adalah dikarenakan adanya pertanyaan dan
keluhan-keluhan yang dilontarkan kepada para pemuka mereka. Kaum syiah
mengeluhkan kaum mereka yang tenggelam dalam kemaksiatan dan dosa-dosa besar
dan juga adanya muamalah yang tidak baik yang terjadi di antara mereka serta
banyak kegelisahan dan kebimbangan yang tidak diketahui sebabnya. Akan tetapi
para ulama syiah berdalih bahwa hal ini disebabkan karena percampuran antara
thinah syiah dan thinah sunni pada penciptaan pertama.
Untuk itu marilah kita lihat
sebagaian di antara pertanyaan ini yang mengungkap apa yang sebenarnya terjadi
pada masyarakat syiah, Ibn Bawabaih meriwayatkan dengan sanadnya dari ibn Ishaq
Al Laitsi berkata: ”Saya bertanya kepada Abu Ja’far Muahmmad ibn Ali Al
Baqir Alaihis salam: 'Wahai putra Rasulullah, beritahukan kepada kami tentang
seorang mukmin yang benar[9],
apabila dia sampai pada puncak makrifah dan sempurna mungkinkah dia berzina ?'
Dia berkata: 'Tidak.' Saya berkata: 'Mungkinkah minum khomer?' Dia berkata:
'Tidak.' Saya bertanya: 'Mungkinkah melakukan salah satu dari dosa besar atau
salah satu dari hal yang keji.' Dia berkata: 'Tidak.' Saya berkata: 'Wahai
putra Rasulullah sesungguhnya saya dapati orangorang syiah kita meminum khomer,
melakukan perampokan di jalan dan menjadi hantu di jalanan, berzina dan
melakukan homosex, memakan riba, melakukan perbuatan keji, meremehkan sholat,
puasa dan zakat, memutuskan hubungan sillaturrahmi dan banyak memperbuat
dosa-dosa besar[10],
bagaimana hal ini bisa terjadi pada syiah dan sangat berbeda dengan keadan
orang sunni?' Dia berkata: 'Wahai Ibrahim adakah sesuatu yang lain yang masih
bergejolak dalam hatimu ?' Saya berkata: 'Wahai putra Rasulullah ! ada beberapa
hal yang lebih besar dari itu semua !' Dia berkata: 'Apa itu wahai Abu Ishaq?'
Berkata : 'Kemudian saya berkata: 'Wahai putra Rasulullah , saya dapati
musuh-musuh kalian[11],
justru mereka banyak melakukan sholat, puasa dan mengeluarkan zakat. Mereka
juga begitu giat melakukan ibadah haji dan umrah, bersemangat melakukan jihad,
kebaikan, menyambung sillaturrahmi, memenuhi hak saudaranya, meringankan beban
derita mereka dengan harta, menjauhi minuman keras, zina dan homosex serta
segala perbuatan keji, bagaimana hal ini bisa terjadi pada mereka dan terjadi
sebaliknya pada syiah ? Tolong jelaskan hal ini semua kepadaku dengan
sejelasjelasnya. Sungguh hal ini telah banyak memakan fikiranku, membuat aku
tidak bisa tidur dan dadaku menjadi sempit.'[12]"
Ini merupakan salah satu
pertanyaan kegelisahan yang mengungkap kebobrokan masyarakat syiah yang penuh
dengan kemaksiatan bila dibandingkan dengan kenyataan para salaf dan ulama
ahlussunnah dan sebagian besar mereka yang dihiasi dengan ketakwaan, amanah dan
kebaikan. Pertanyaan ini dijawab dengan jawaban “aqidah Thinah”, yaitu bahwa
segala kemaksiatan yang diterjadi di kalangan syiah bersumber dari kaum sunni,
sebaliknya kebaikan dan amal saleh yang dilakukan kaum sunni adalah karena
tanah liat “milik kaum syiah”.
Seorang penanya lain bernama
Ishaq Al Qummi bertanya pada Abu ja’far: “Wahai Abu Ja’far, saya melihat
seorang mukmin yang sependapat denganku[13],
dan mengakui wilayah ahlul bait, dan saya tidak mempunyai masalah dengannya,
selalu minum khomer, berzina, melakukan homosex[14],
dan jika saya datang kepadanya untuk meminta bantuan maka saya dapati dia
murung mukanya, mencerminkan wajah kebencian dan ketidaksenangan, lagi
berlambat-lambat dalam membantu keperluanku, tapi sebaliknya, aku melihat
seorang nasibi[15]
yang berbeda pendapat denganku bahkan tahu jika aku berbeda mazhab dengannya,
jika aku mendatanginya untuk meminta bantuan, aku dapati wajahnya berseri-seri,
nampak dari wajahnya kegembiraan, dan bersemangat dalam membantuku, merasa
gembira dengan membantuku. Dia banyak melakukan sholat, puasa, sedekah dan
mengeluarkan zakat, serta jika diberi amanah maka dia menyampaikannya."[16]
Penanya barusan lebih banyak
keluhannya tentang buruknya perlakuan antara penganut syiah, sifat tidak amanat
yang ada pada mereka sedangkan dia melihat kaum sunni yang notabene adalah
musuhnya ternyata lebih baik akhlaknya dari kaum syiah yang notabene adalah
temannya sendiri, lebih senang membantu keperluannya dan lebih baik amal
ibadahnya.
Seseorang lagi mengeluh pada
Abu Abdillah Ja’far Assodiq tentang perasaan gelisah yang tidak diketahui
sebabnya: "Dari Abu Bashir dia berkata: 'Saya masuk menemui Abu
Abdillah bersama seseorang dari teman kami (syiah) lalu aku berkata: 'Wahai Abu
Abdillah, saya selalu merasa gelisah dan sedih tanpa kuketahui sebabnya…"[17]
Rupanya penyebab kegelisahan
ini adalah ajaran syiah yang tidak memiliki kejelasan dan penuh kontradiksi,
yang diyakini oleh syiah. Tetapi sang imam hanya menejelaskan semua itu dengan
aqidah thinah ini.
Pertanyaan di atas dan
lainnya masih banyak[18], mencerminkan betapa mereka
membangun aqidah mereka, muamalah mereka dan akhlak serta agama mereka. Akan
tetapi para imam mereka dan pemuka agama mereka berusaha mengelabui pertanyaan
dan keluhan-keluhan ini dengan berdalih pada satu aqidah yang mereka namakan
dengan thinah. Untuk itu marilah kita lihat jawaban para imam mereka.
Berkata Imam mereka: ”Wahai
Ishaq (perowi berita ini) bukankah kamu mengetahui dari mana kamu diciptakan
?" Saya berkata: ”Demi Allah saya tidak tahu, kecuali kamu memberitahukan
hal itu kepadaku." Berkata: ”Wahai Ishaq! Sesungguhnya Allah Ta’ala ketika
menyendiri dengan keesaan-Nya, Dia memulai sesuatu dengan tanpa apapun,
kemudian Dia mengalirkan air yang segar pada tanah yang baik selama tujuh hari
tujuh malam, kemudian memisahkan tanah itu dari air. Kemudian Allah mengambil
satu genggaman dari tanah yang bersih itu satu genggam tanah (thinah) yang
kemudian Dia jadikan thinah kita, Thinah ahlul bait. Kemudian Dia ambil dari
bawahnya satu genggaman (thinah) dan menjadikannya menjadi thinah syiah. Kalaulah
Allah Ta’ala membiarkan thinah syiah tadi sebagimana adanya, niscaya tidak ada
salah seorang diantara mereka yang berzina, minum khomer, mencuri, homosex dan
juga tidak akan melakukan seperti apa yang kamu sebutkan tadi. Akan tetapi
Allah Ta’ala mengalirkan air yang asin pada tanah yang terlaknat selama 7 hari,
lalu memisahkan air dari tanah itu, lalu Dia mengambil segenggam dari tanah
itu, yaitu thinah yang terlaknat berwarna hitam dan berbau busuk, yaitu thinah
musuh kita. Dan kalaulah Allah Ta’ala membiarkan thinah ini sebagaimana dia
mengambilnya. Niscaya kamu tidak akan melihat mereka berakhlak seperti manusia
dan tidak akan bersyahadat, mereka tidak akan puasa, tidak akan sholat dan juga
tidak akan melakukan haji. Akan tetapi Allah Ta’ala mencampur kedua air tadi,
maka apabila kamu melihat dari saudarakamu perkataan yang tidak baik, mereka
melakukan zina, atau apapun seperti yang kamu sebutkan, mulai dari minum khomer
dan yang lainnya, hakekatnya hal itu bukan dari asli mereka dan juga bukan dari
iman mereka. Akan tetapi pada hakekatnya hal itu adalah pengaruh dari kaum
Nasibi (orang sunni) yang melakukan keburukan sebagaimana yang kamu sebutkan.
Adapun kebaikan-kebaikan yang dilakukan kalangan sunni, mulai dari akhlak yang
baik, sholat , puasa, shodaqah, atau haji pada hakekatnya bukan merupakan asli
mereka, akan tetapi merupakan pengaruh keimanan yang mereka dapatkan."
Kemudian saya berkata:
”Lantas bagaimana nanti di hari akhir ?" Dia berkata kepadaku: ”Wahai
Ishaq, adakah Allah akan mengumpulkan kebaikan dan keburukan dalam satu tempat
? Apabila datang hari kiamat maka Allah akan mengambil berkas keimanan dari
mereka kemudian dikembalikan kepada pemiliknya yang asli. Dan segala sesuatu
akan kembali pada unsurnya yang pertama..." Kemudian saya bertanya:
”Apakah kebaikan mereka akan diambil dan dikembalikan kepada kita ? Dan apakah
keburukan kita akan dikembalikan kepada mereka ?" Berkata: ”Ya, demi Allah
yang tidak ada Ilah kecuali Dia."[19]
Inilah aqidah Thinah. Dan
pada bagian akhir dituliskan: ”Ambilah pengertian ini bersamamu wahai Abu
Ishaq, demi Allah sesungghnya dia adalah termasuk orang yang menyembunyikan
rahasia kita. Dan pergilah dan jangan diceritakan kepada siapapun kecuali
seorang mukmin yang mustabshir[20]
karena jika kamu sebarkan kepada manusia artinya kamu akan mendatangkan bencana
bagi diri kamu sendiri, pada harta, keluarga dan anak kamu sekalian.“[21]
Maka hal ini sebagaimana
kita saksikan merupakan aqidah yang sangat rahasia, maka apakah akan terlintas
di benak pencetus aqidah ini bahwasanya akan terkuak di tangan kaum sunni
kemudian menyebarluaskannya pada khalayak sebagai sebuah kebusukan...?
Bantahan terhadap keyakinan
ini :
- Pertama: Riwayat
yang saling bertentangan, sebagaimana anda lihat dalam pertanyaan dan keluhan
di atas, bahwasanya orang syiah adalah kaum yang tenggalam dalam kemaksiatan
dan kemungkaran, mempunyai muamalah yang buruk dan akhlak yang bejat, lantas
bagaiamana mungkin dia merupakan makhluk yang diambilkan dari thinah yang
bersih dan merupakan ciptaan yang paling suci ?
- Kedua: Allah Ta’ala
telah menciptakan manusia semuanya berada pada fitrah Islam berfirman Allah
ta’ala:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya:
”Maka hadapkanlah wajahmu
pada din yang hanif ini, yang merupakan fitrah dari Allah yang telah diberikan
kepada kepada manusia. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah dan itulah agama
yang lurus.” (QS. Arrum: 30)
- Ketiga: Dalam
masalah thinah ini, syiah berarti telah memakai faham bahwa manusia terikat
atas apa yang dikerjakannya dengan sebuah takdir, manusia tidak memiliki
pilihan. Yang mana perbuatan manusia berdasarkan thinah awalnya. Padahal
madzhabm ereka menyatakan bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya sendiri
sebagaimana madzhab Mu’tazilah.
- Keempat:
Riwayat-riwayat tentang thinah ini menyatakan bahwa keburukan dan kemaksiatan
yang dilakukan kalangan syiah akan dibebankan dosanya kepada kaum sunni dan
kebaikan yang telah dikerjakan kamu muslimin pahalanya akan diberikan kepada
kaum syiah. Hal ini jelas sekali bertentangan dengan keadilan Allah dan juga
berlawanan dengan akal sehat dan fitrah manusia. Dan sangat berlawanan dengan
ayat-ayat berikut:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
Artinya: ”Dan seseorang
tidak akan memikul dosa orang lain.“ (QS. Al An’am: 164)
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا
كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Artinya: ”Setiap jiwa
dengan apa yang telah dikerjakannya terikat.” (QS. Al Mudatsir: 38)
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ
ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya: "Barangsiapa
yang beramal kebaikan seberat biji sawi maka Allah akan melihatnya, dan
barangsiapa yang melakukan keburukan seberat biji sawi, maka Allah akan
mengetahui." (QS. Al Zalzalah: 7-8)
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ
اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَاب
Artinya: "Pada hari
ini akan dibalas setiap diri dengan apa yang telah diperbuatnya , tidak ada
kezaliman pada hari itu. Sesungguhnya Allah maha cepat hisabnya"
Makalah ini menyatakan
tentang kebusukan mereka, cukup menggambarkan bagaimana kerusakan aqidah
mereka, madzhab Syiah Imamiyah. Sampai sekarang kaum syiah tidak malu
untuk menyatakan tentang aqidah ini maka bisa didapati hal ini dalam buku mereka “Biharul
Anwar” dan dalam "Al Anwar Nu’maniyah” yang dikomentari oleh pakar syiah
yang menyatakan keridhoannya terhadap aqidah sesat ini.
Kita selalu menanti bantahan
resmi dari Hauzah Ilmiyah di Qum maupun Najaf, bahwa syiah tidak meyakini
keyakinan yang dijelaskan di atas. Karena hanya Hauzah Ilmiyah lah yang
memiliki kredibilitas dan kapabilitas untuk membantahnya, bukannya orang-orang yang
baru masuk syiah 7 atau 10 tahun yang lalu.
Diambil dari : Hakikat.com
[1]
. Al Anwar Annu’maniyyah jilid
1 hal 295
[2]
. Al Anwar Annu’maniyyah jilid
1 hal 293
[3]
. Al Anwar Annu’maniyyah jilid
1 hal 293
[4]
. Usulul Kafi , jilid 2 hal
2-6
[5]
. Biharul Anwar jilid 5 hal
225-276
[6]
. Ilalu Asysyara’i’ hal
606-610
[7]
. Biharul Anwar jilid 5 hal
233 (Footnote)
[8]
. thinah berarti tanah liat,
Allah menciptakan manusia dari tanah liat. Jadi tanah liat syiah dan tanah liat
sunni berbeda.
[9]
. Maksudnya adalah orang penganut
syiah
[10]
. Inilah ciri-ciri “Syiah”
[11]
. Maksudnya adalah penganut
Ahlussunnah
[12]
. Ilalusyara’i’ hal 606-607
Biharul Anwar jilid 5 hal 228-229
[13]
. Maksudnya bermazhab syiah.
[14]
. Rupanya perbuatan-perbuatan
di atas sudah menjadi kebiasaan “pengikut ahlul bait” sejak jaman Imam Abu
Ja’far Muhammad Al Baqir.
[15]
. Maksudnya adalah orang yg
bermazhab sunni
[16]
. Ilalusysyara’i’ hal 489-490,
Biharul Anwar jilid 5 hal 246-247
[17]
. Biharul Anwar jilid 5 hal
242 yang menyandarkan riwayat ini pada Ilalusyara’i’ hal 42.
[18]
. Bisa anda lihat di buku Al
Kafi dan Biharul Anwar dalam bab: Thinah
[19]
. Ilalusyara’i’ hal 490-491,
Biharul Anwar jilid 5 hal 247-248
[20]
. maksudnya adalah orang syiah
[21]
. Ilalusyara’i’ hal 610,
Biharul Anwar jilid 5 hal 233
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !